MAKALAH AL-GHAZALI DAN EKONOMI MAQASHID





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang    
            Konsep maqashid al-Syari’ah sebenarnya telah dimulai dari masa Al-Juwaini yang terkenal dengan Imum Haramain dan oleh Imam al-Ghazali kemudian disusun secara sistimatis oleh  seorang ahli ushul fikih bermadzhab Maliki dari Granada (Spanyol), yaitu Imam al-Syatibi (w. 790 H). Konsep itu ditulis dalam kitabnya yang terkenal, al-Muwwafaqat fi Ushul al-Ahkam, khususnya pada juz II, yang beliau namakan kitab al-Maqashid. Menurut al-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashalih al-‘ibad), baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan inilah,  dalam pandangan beliau, menjadi maqashid al-Syari’ah. Dengan kata lain, penetapan syariat, baik secara keseluruhan (jumlatan) maupun secara rinci (tafshilan), didasarkan pada suatu ‘Illat (motif penetapan hukum), yaitu mewujudkan kemaslahatan hamba.
            Untuk mewujudkan kemashlahatan tersebut al-Syatibi membagi Maqashid menjadi tiga tingkatan, yaitu: Maqashid dharûriyât, Maqashid hâjiyat, dan Maqashid tahsînât. Dharûriyât artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam. Hâjiyât maksudnya sesuatu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit. Tahsiniat artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis, dan menutup aurat. Dharuriyat  beliau jelaskan lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu : (1) menjaga agama (hifzh ad-din); (2) menjaga jiwa (hifzh an-nafs); (3) menjaga akal (hifzh al-‘aql); (4) menjaga keturunan (hifzh an-nasl); (5) menjaga harta (hifzh al-mal).
Secara substansial maqasid al-syari'ah mengandung kemashlahatan, baik ditinjau dari maqasid al-syari' (tujuan Tuhan) maupun maqasid al-mukallaf (tujuan Mukallaf).3 Dilihat dari sudut tujuan Tuhan, Maqasid al- Syariah mengandung empat aspek, keempat aspek inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, (1). Tujuan awal dari Syari' (Allah dan rasul-Nya) menetapkan syariah yaitu untuk kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat. (2). Penetapan syariah sebagai sesuatu yang harus dipahami. (3).Penetapan syariah sebagai hukum taklifi yang harus dilaksanakan. (4).Penetapan Syari’ah guna membawa manusia ke bawah lindungan hukum yakni terhindar dari mengikuti Hawa nafsu.













BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Maqashid al-Syari’ah           
           
Secara bahasa Maqashid Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan Syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, Maqashid merupakan bentuk jama’ dari maqsud yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti menghendaki atau memaksudkan, Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan. Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti المواضع تحدر الي الما artinya Jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan.
           
Didalam Alqur’an Allah Swt menyebutkan beberapa kata Syari’ah diantaranya sebagai mana yang terdapat dalam surat al-Jassiyah dan al-Syura;
Artinya: kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.( Q:S, 45 : 18)         
           
Artinya: Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340]7 dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (Q:S, 42: 13)
           
Dari dua ayat diatas bisa disimpulkan bahwa Syariat sama dengan Agama, namun dalam perkembangan sekarang terjadi Reduksi muatan arti Syari’at. Aqidah misalnya, tidak masuk dalam pengertian Syariat, Syeh Muhammad Syaltout misalnya sebagaimana yang dikutip oleh Asafri Jaya Bakri dalam bukunya Konsep Maqashid Syari’ah menurut al-Syatibi mengatakan bahwa Syari’at adalah: Aturan-aturan yang diciptakan oleh Allah SWT untuk dipedomani oleh manusia dalam mengatur hubungan dengan tuhan, dengan manusia baik sesama Muslim maupun non Muslim, alam dan seluruh kehidupan.

A. Evolusi Pasar       
            Bayangkan jika aktivitas perdagangan hanya mengandalkan pola barter atau kehidupan ekonomi terlalu banyak diatur penguasa. Kemungkinan tidak berkembang dan terjadinya berbagai distorsi harga tentu sangat besar. Karena itulah pemikiran tentang perlunya aktivitas perdagangan yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran jauh sebelum munculnya pemikiran ekonomi modern telah diungkapkan oleh pemikir Islam.
            Salah satunya adalah pandangan Abu Hamid al Ghazali (1058-1111). Mungkin cukup mengejutkan jika dia menyajikan penjabaran yang rinci akan peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Maklum, ia dikenal sebagai ahli tasawuf. Bagi Ghazali, pasar merupakan bagian dari "keteraturan alami". Secara rinci dia juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
            Simak saja ucapannya. "Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya pandai besi dan tukang kaui hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak dan tempat penympanan hasil pertanian di pihak lain.
            Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu, dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter, juga terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relatif murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang." (Ihya Ulumuddin, III:227).
            Imam Ghazali juga secara eksplisit menjelaskan perdagangan regional. Kata Ghazali, "Selanjutnya praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada giliran menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain juga. (Ihya, III: 227).
            Jelaslah Imam Ghazali menyadari kesulitan sistem barter, perlunya spesialisasi dan pembagian kerja menurut regional dan sumber daya setempat. Ia juga menyadari pentingnya perdagangan untuk memberikan nilai tambah dengan menyediakannya pada waktu dan tempat di mana dibutuhkan.
            Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa keuntunganlah yang menjadi motif perdagangan. Lebih jauh Ghazali menjabarkan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Akhirnya ia juga memberikan definisi yang jelas tentang etika bisnis (Ihya, II: 75, 78,79).
            Walaupun Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran yang "naik dari kiri bawah ke kanan atas" dinyatakan oleh dia sebagai "jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah." (Ihya, III: 227). Sementara untuk kurva permintaan yang "turun dari kiri atas ke kanan bawah" dijelaskan oleh dia sebagai "harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan." (Ihya, III: 87).
            Imam Ghazali dan juga para pemikir pada zamannya ketika membicarakan harga biasanya langsung mengaitkanya dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan dan biaya. Bagi Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si pedagang (Ihya, IV, 110). Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi pedagang. Bagi Ghazali keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat kelak. (Ihya, II: 75-76, 84).
B. Evolusi  Uang       
            semakin maju dan modernnya perkembangan Manusia maka dibutuhkan transaksi yang lebih cepat dan efisien dan dunia bisnis karena itulah transaksi pertukaan uang dan barang semakin cepat.
            Barter, sistem keuangan pertama adalah dengan barter, yaitu memperdagangkan barang atau jasa untuk barang atau jasa yang lain. Contoh seorang petani membutuhkan pakaian, ia dapar menukarkan beras yang dia miliki dengan pakaian. masalah yang timbul dari sistem bartet adalah sistem ini lambat, dan memakan waktu. sulit mengukur nilai relatif suatu barang. berapa banyak penjahit menerima beras yang dapat ditukar dengan pakaian ? maka perlu sistem yang lebih efisien dan cepat.        
            Komoditas, terjadi kesepakatan antar kelompok orang yang mengunakan komoditas tertentu mewakili nilai tertentu sebagai alat tukar. Cangkang kerang adalah bentuk uang pertama, begitu juga permata, emas perak dll. seorang petani tidak harus membawa berkilo – kilo beras hanya untuk ditukar dengan pakaian, petani tersebut dapat memberikan penjahit 4 buah permata berwarna – warni. digunakannya komoditas ini mempercepat proeses penukaran barang. saat ini emas dan perak tepat menjadi komoditas yang diterima secara internasional sebagai uang.           
uang claim check (tanda terima)        
Dollar 1905, Dollar-1905       
            Para pedagang yang akan bergi melintasi kota, pasar ke pasar, kemduian terlalu beresiko membawa begitu banya uang komoditas. maka ada lembaga yang dibentuk untuk menyimpan komoditas seperti emas dan perak inilah awal mula perbankan. Pedagang hanya membawa claim check( tanda terima) untuk dapat di ambil di empat penyimpanan. saat sang pedagang ingin membayar maka dia menyerahkan tanda terima tersebut kepada penjual. Pernjual tersebut membawa tanda terima tersebut ke bank untuk mengambil uangnya berupa komoditas. Dari pada membawa emas dan perak yang jauh ke kota lain. bank antar kota tersebut kemudian menyeimbangkan debet kredit terhadap claim check tersebut pada rekening antara pembeli dan penjual. kecepatan bisnis meningkat. uang melanjutkan evolusinya.
            Fractional reserve receipt money, lama kelamaan brankas Bank menjadi penuh dengan komoditas. Para pedangan lebih nyaman bertansaksi dengan claim check, dan jarang mengunakan komoditas emas perak mereka yang disimpan di Bank. Kemudian muncullah ide untuk membuat claim check (uang tanda terima) yang kemudian dipinjamkan. Saat seseorang membutuhkan pinjaman, bank membuat claim check lain beserta bunganya. Bank tidak membutuhkan uang mereka sendiri untuk menghasilkan uang. Bankir(pemilik Bank) dengan efektif mencetak uang.
            Disinilah pertunjukan sulap dimulai. seperti menarik kelinci dari topi.sebagai contoh Bank memiliki emas, perak permata yang senilai $ 2000. namun Bank mengeluarkan claim check sebesar $4000 untuk komoditas $ 2000 tersebut. Pada contoh ini bank menciptakan fractional reserve sebesar 2:1. kalau kita melakukan itu maka kita dianggap melakukan penipuan. namun tidak bagi bank.       
            Uang Fiat, Saat persiden nixon melepas Dollar amerika dari emas tahun 1971, itu berarti amerika tidak memerlukan lagi emas dan perak untuk menciptakan uang. sebelum tahun 1971 dollar Amerika adalah turunan dari emas. Setelah tahun 1971 dollar amerika adalah turunan dari surat utang. memisahkan dollar dari emas adalah perampokan bank hila – gilaan. satu satunya hal yang menopang uang fiat adalah kepercayaan pada pemerintah. dan sekarang diseluruh dunia mengunakan uang fiat. jika terjadi gejolak pada ekonomi, maka orang akan berbondong – bondong menyimpan emas dan perak.
C. Teori Produksi    
           
Teori prilaku produsen (perusahaan) memiliki banyak analogi dengan teori prilaku konsumen. Dalam mengonsumsi barang berlaku The Law Of Deminishing Marginal Utility (LDMU), sedangkan dalam penggunaan faktor produksi berlaku The Law Of Deminishing Return (LDR). 
1.
      Dimensi Jangka Pendek Dan Jangka Panjang           
            Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi,faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variable input).
Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Contohnya yaitu mesin-mesin pabrik,sampai pada tingkat interval produksi tertentu jumlah mesin tak perlu ditambah. Tetapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi) jumlah mesin tak bisa dikurangi.
Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya.makin besar tingkat produksinya,makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu pula sebaliknya. Contohnya seperti buruh harian lepas dipabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan faktor produksi,maka jumlah buruh hariannya ditambah,begitu pula sebaliknya.
Adapun pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Mesin dikatakan sebagai faktor produksi tetap karena dalam jangka pendek (kurang dari setahun) susah untuk ditambah atau dikurangi. Sebaliknya buruh dikatakan sebagai faktor produksi variabel karena jumlah kebutuhannya dapat disediakan dalam waktu kurang dari setahun.
Dalam jangka panjang (long run) dan sangat panjang (very long run) semua faktor produksi sifatnya variabel.periode jangka pendek adalah periode produksi dimana perusahaan tidak mampu dengan segera melakukan penyesuaian jumlah penggunaan salah satu atau beberapa faktor produksi. Periode jangka panjang adalah periode produksi dimana semua faktor produksi menjadi faktor produksi variabel.
2.      Model Produksi Dengan Satu Macam Faktor Produksi Variabel
Produksi dengan satu macam faktor produksi variabel adalah pengertian analisis jangka pendek,dimana faktor produksi yang tidak dapat di ubah. Ekonom membagi faktor produksi menjadi barang modal (capital) dan tenaga kerja (labour).hubungan matematis penggunaan faktor produksi yang menghasilkan output maksimum disebut fungsi produksi,seperti dibawah ini.
Q = f(K,L)
Dimana :Q             =          tingkat output
            K         =          barang modal
            L          =          tenaga kerja
Dalam model produksi satu macam faktor produksi variabel, barang modal dianggap sebagai faktor produksi tetap.keputusan produksi ditentukan berdasarkan alokasi efisiensi tenaga kerja.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan          
           
Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan. Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti المواضع تحدر الي الما artinya Jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan.
           
Didalam Alqur’an Allah Swt menyebutkan beberapa kata Syari’ah diantaranya sebagai mana yang terdapat dalam surat al-Jassiyah dan al-Syura;
Artinya: kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.        
            aktivitas perdagangan hanya mengandalkan pola barter atau kehidupan ekonomi terlalu banyak diatur penguasa. Kemungkinan tidak berkembang dan terjadinya berbagai distorsi harga tentu sangat besar. Karena itulah pemikiran tentang perlunya aktivitas perdagangan yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran jauh sebelum munculnya pemikiran ekonomi modern telah diungkapkan oleh pemikir Islam.
            Salah satunya adalah pandangan Abu Hamid al Ghazali (1058-1111). Mungkin cukup mengejutkan jika dia menyajikan penjabaran yang rinci akan peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Maklum, ia dikenal sebagai ahli tasawuf. Bagi Ghazali, pasar merupakan bagian dari "keteraturan alami". Secara rinci dia juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.



DAFTAR PUSTAKA
 Abdullah, Taufik, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Jakarta, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, Tahun 2002
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Bakri, Asafri Jaya, Konsep Maqashid Syari’ah menurut al- Syatibi, Jakarta: P.T. Raja grafindo Persada, 1996.
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Ghazali, Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-, al-mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Haramain, Imam al-, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh, Bairut: Dar al-Kutub, al-Ilmiyah 1997
Mas’ud, Muhammad Khalid, Islamic Legal Philosophiy, Islamabad; Islamic Research institute, 1977.
Mesra, Alimin (Ed) Cs, Membangun kultur Ramah perempuan, Reinterpretasi dan Aktualisasi pesan kitab Suci, Jakarta: Restu Ilahi, 2004
Nabhani, Taqiyuddin al-, Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyyah Ushûl al-Fiqh), Juz, Al-Quds: Min Mansyurat Hizb at-Tahrir. 1953
Qayyim, Ibn, I’lam al-Muaqi’in Rabb al- ‘Alamin, Beirut: Dar al-Jayl, t.th.
Qattan, Manna’ Khalil al-, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera antar Nusa, 2001
Razi, Imam al- al-mahshul Fi ‘Ilmi al-Ushul, Mekah : Maktabah Nizar Mustafa al-Baaz, 1997

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »